Ads Top

Suri Awase Bertuah


Rambut sama hitam, pikiran pasti berbeda. Setiap pertemanan pasti ada enak dan tidak enaknya.


Artikel ini telah dipublikasi pada 06 April 2012 jam 21.52.

Itulah manusia dalam perjalanan kehidupannya. Manusia diberi berkah yang tak terhingga dari Sang Pencipta berupa akal dan pikiran, dan juga diberi kemampuan untuk saling berinteraksi dan bersosialisasi. Dalam perjalanannya pasti ada pikiran yang tidak sama satu dengan yang lainnya, ataupun ada interaksi ataupun sosialisasi yang dianggap tidak sesuai satu dengan yang lainnya.


Begitu juga dengan Komunitas Blogger Bertuah Pekanbaru. Setelah 3 tahun lebih perjalanannya tentu ada interaksi positif yang didapat, tetapi tidak lepas bahwa anggotanya adalah manusia, maka akan ada juga interaksi yang melahirkan suatu gesekan antar sesama.


Dalam hal menjelang musyawarah besar komunitas ini, maka pengurus telah melakukan suatu lompatan jauh (quantum leap) yang lebih memadu-padankan komunitas ini. Bermula dari memadu-padankan pengurus dalam sebuah Rapat Pengurus pada tanggal 5 April 2012. Rapat berlangsung dari jam 20.00 wib dan berakhir sekitar pukul 02.00 wib dinihari tanggal 6 April 2012.


Rapat memiliki agenda untuk mencurahkan segala pikiran baik itu kritik, saran maupun permasalahan dalam upaya memadu-padankan agar komunitas ini menjadi komunitas yang lebih baik lagi. Secara teknis adalah setiap yang hadir berbicara menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan. Setelah itu baru ditanggapi oleh yang hadir lainnya secara satu persatu dikomandoi oleh seorang moderator.


Alhamdulillah, semua hasilnya memberikan masukan yang sangat berharga bagi kemajuan komunitas ini ke depannya.


Apa yang dilakukan malam itu, yang bertepatan dengan malam Jum’at, adalah sebuah penerapan sikap hidup yang positif. Hal ini mirip dengan apa yang ada dalam kebudayaan yang telah dilakukan masyarakat Jepang beratus-ratus tahun lalu, namanya SURI AWASE (Sue-ree-Ah-wah-say).


Suri Awase adalah kegiatan ibu-ibu Jepang di dapurnya untuk melakukan proses pelicinan pantat mangkuk. Umumnya mangkuk tanah liat jaman dahulu dibuat tanpa “glazier” (pelapisan gelas) yang selalu menghasilkan pantat atau dasar mangkuk yang kasar. Ibu-ibu di Jepang selalu menggesekkan antara dua dasar mangkuk tersebut sehingga membuat masing-masing dasar mangkuk rata dan licin. Hal ini dilakukan agar dasar mangkuk tersebut tidak merusak permukaan meja ataupun tempat mangkuk diletakkan. Suri Awase ini dapat juga diterjemahkan sebagai menggesek untuk sepadan, menggesek untuk bersatu, ataupun menggesek dan meletakkan bersama. Intinya adalah gesekan yang menghasilkan perpaduan.



Suri Awase (Sue-ree-Ah-wah-say)

Grinding off the rough edges.

Historically, virtually the only thing that the Japanese would accept that was less then perfectly finished as porcelain or ceramic ware that was not glazed on the bottom. To prevent the unglazed bottoms, of ceramic bowls, cups, and other utensils from scratching the highly polished tops of lacquered tables, the Japanese would rub two unfinished surfaces together until they were smooth, a process that was known as Suri-Awase, which literally meant “rubbing-joining”, “rubbing-uniting”, or “rubbing and putting together”.

JAPAN’S CULTURAL CODE WORDS
233 Key Terms That explain The Attitudes and Behaviour of The Japanese.
Tuttle Publishing an imprint of Periplus Editions
Boye Lafayette De Mente
Osaki Shinagawa-ku, Tokyo - 2004

Kemudian istilah Suri Awase ini diakomodir ke dalam ilmu manajemen perusahaan di Jepang dalam mengembangkan perusahaannya. Bentuknya adalah penyampaian pendapat, adu argumen, klarifikasi, brainstorming dalam sebuah pertemuan. Semua penyampaian itu dalam tujuan yang sama yakni : UNTUK MENCAPAI KEBAIKAN DAN KEMAJUAN BERSAMA.



Therefore, whenever Japanese house-wives buy new chinaware they rub the bottoms of two bowls together to smoothen their rims. This process is called suri-awase.

From this, the word is used to describe the process of adjusting different viewpoints among members of a group through mutual concessions in order to coordinate and unify the opinian of the group as a whole.

JAPANESE BUSSINESS LANGUAGE
An Essential Dictionary
Compiled by Mitsubishi Corporation
KPI Limited – London – 1987

Dalam rapat Bertuah kemaren, secara tidak langsung juga telah melaksanakan hal tersebut. Walaupun bukan dengan istilah Suri Awase, tetapi hanya disebut Rapat Pengurus yang berisi penyampaian apapun yang ingin disampaikan oleh masing-masing peserta rapat. Perbedaan opini, pikiran dan pendapat disampaikan secara langsung dan ditanggapi secara langsung juga diantara masing-masing peserta rapat. Hal ini dilakukan dalam upaya penyamaan pikiran, klarifikasi dan hal lainnya dalam sebuah satu kesatuan, dapat disebut juga dalam sebuah keluarga besar komunitas.


Itulah Bertuah. Secara langsung ataupun tidak langsung telah menerapkan sebuah ilmu manajemen perusahaan yang banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan terkenal di Jepang. Semoga Bertuah semakin menjadi KOMUNITAS YANG SESUATU BANGET. Ahamdulillah yaaah…



Catatan :


Dikotomi (bukan disodomi) : memisahkan untuk menyatukan
Gambar : Pixabay/DerWeg

3 komentar:

  1. Musyawarah untuk mufakat juga kurasa bertujuan serupa. Karena belum tentu yang banyak itu yang benar, kan?

    Adu pendapat, adu opini, seandainya memang selalu dilihat sebagai bentuk untuk menyatukan persepsi (dan bukannya untuk mempertahankan kebenaran versi masing-masing).

    Maju terus Blogger Bertuah!

    BalasHapus
  2. Musyawarah sangat diperlukan apalagi untuk mencapai suatu kesepakatan agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan.teruslah bermusyawarah.....

    BalasHapus
  3. terima kasih bertuahnya.....
    musyawarah sangat penting sekali dalam menjalani suatu kesepakatan yang baik dan tidak terjadi salah paham....

    BalasHapus

Hai blogger, Salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung kesini.

Diberdayakan oleh Blogger.